WISATA MONUMEN BANDUNG LAUTAN API BANDUNG JAWA BARAT
Monumen
Bandung Lautan Api Bandung merupakan monumen tertinggi di Bandung. Monumen ini
berada di kawasan Tegallega. Monumen ini tingginya 5,4 m. Gunanya untuk
memperingati peristiwa pembumihangusan Bandung Selatan yang dipimpin oleh Muhammad
Toha
Kemerdekaan 17
Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan harus dicapai
sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela mengorbankan
segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara
Jepang. Mereka berkomplot dengan Belanda dan memperalat Jepang untuk menjajah
kembali Indonesia. Jejak Perjuangan “Bandung Lautan Api” membawa kita
menelusuri kembali berbagai kejadian di Bandung yang berpuncak pada suatu malam
mencekam, saat penduduk melarikan diri, mengungsi, di tengah kobaran api dan
tembakan musuh.Sebuah kisah tentang harapan, keberanian dan kasih sayang.
Sebuah cerita dari para pejuang kita.
Berita pembacaan teks
Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui Kantor Berita
DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan
teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan
Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi
insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah
dan putih menjadi bendera Indonesia. Perobekan dengan bayonet tersebut
dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu
oleh Moeljono.
Tanggal 27 Agustus
1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar
Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300
orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan
perbekalan.
Peristiwa yang
memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi
serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung.
Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal.
Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi
musibah.
Berbagai tekanan dan
serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda. Tanggal 5 Desember
1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada
tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan
membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan.
Ultimatum agar
Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan
politik “bumihangus”. Rakyat tidak rela Kota Bandung dimafaatkan oleh musuh.
Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk
membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan
Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24
Maret 1946.
Kolonel Abdul Haris Nasution
selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan
memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar
penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota. Malam itu pembakaran kota
berlangsung besar-besaran. Api menyala dari masing-masing rumah penduduk yang
membakar tempat tinggal dan harta bendanya, kemudian makin lama menjadi
gelombang api yang besar. Setelah tengah malam kota telah kosong dan hanya
meninggalkan puing-puing rumah yang masih menyala.
Pembumihangusan
Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI tidak akan
sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI melakukan
perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu
“Halo-Halo Bandung” yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
MARI BERKUNJUNG KE KOTA BANDUNG DAN JANGAN LUPA MAMPIR DI MONUMEN BANDUNG LAUTAN API.
No comments:
Post a Comment